Hilangnya Dua Kepingan Hati

 



26 Februari 2022.  "Mobil ambulannya sudah menuju ke sini ya bu" kata petugas rumah sakit kepadaku sesaat setelah keluarga kami selesai menyolati jenazah mama (rahimahallah). Tidak berapa lama kemudian ambulan tiba. Hatiku bergetar melihat jenazah mama dimasukkan ke dalam peti dan segera dibawa oleh supir ambulan ke pemakaman.  

Sirene mulai berbunyi, semakin lama semakin memporakporandakan perasaan. Tumpah air mataku ketika mengiringi keberangkatan mama ke tempat dimana mama akan dikebumikan. Ya Rabb..sungguh pilu rasanya kehilangan mama yang sangat kami sayangi. Masih banyak hal yang belum sempat aku lakukan untuk mama. 

Sebagai anak aku merasa belum mampu membahagiakan mama yang sudah begitu berjasa dalam hidupku.  Mama yang selalu ceria, hangat, dan perhatian terhadap anak, menantu, dan cucu-cucunya. Mama yang selalu tulus memaafkan saat kami melakukan kesalahan (Masya Allah..sebegitu sayangnya mama kepada kami).  Mama tempat kami bermanja, berkeluh kesah, dan meminta doa.  Kini mama telah tiada.

Aku terpaku menatap pusara mama yang sangat aku hormati dan aku kasihi.  Tubuhku seolah ingin menghunjam bumi di mana aku berpijak.  Kalau saja lisanku tidak dibasahi oleh bacaan zikir dan diri ini menolak takdir, mungkin aku sudah tidak sadarkan diri.  Bersyukur ada suami yang setia mendampingi dan keluarga yang membesarkan hati.  Aku berdoa pada Allah agar mampu menerima bahwa semua adalah ketetapan-Nya.  Berusaha sabar menghadapi setiap kejadian.  Berusaha ikhlas meski takdir ini terasa pahit buatku.  

2 Maret 2022.   Ada notif whatsapp yang masuk.  Ternyata dari kakak kandungku satu-satunya yang sedang bertugas di selatan Sulawesi.  "Dek, mohon izin berbagi...Ketika menerima kabar mama meninggal dunia, kakak tidak memberitahu rekan-rekan kerja.  Entah dengan alasan apa.  Tapi ketika Papa menyusul 4 hari kemudian, duka beruntun ini membuat kakak memasang status istirja'.  Dari status itu, kemudian datang banyak pertanyaan, ungkapan duka cita, bahkan menanyakan alamat duka.  Menerima hal itu, kesedihan semakin terasa, sesak dan sempit di dada mendorong air mata kembali berderai.  Kakak jadi teringat ketika di Ciputat kamu menerima keluarga dan kerabat yang datang untuk takziah.  Kamu terus menangis sambil mendengar dan bercerita tentang mama.  Seperti itulah kira-kira yang kakak rasakan saat ini, dan sekarang kakak mengerti, alasan untuk tidak bercerita di saat awal.  Yaitu untuk melindungi hati.  Betapa hati ini lemah.  Dan sekarang kehilangan dua kepingannya.  Ramadhan kali ini, kita adalah yatim piatu.  Semoga Allah menerima amal shalih Mama Papa, mengampuni keduanya, dan menguatkan kita. Aamiin."  

Waktu seakan berhenti saat itu.  Bulir-bulir bening belum juga kering.  

Komentar

  1. Turut berduka.
    Orang tua adalah penopang hidup.
    Semoga orang tua kita yang masih hidup diberi Husnul hotimah
    Dan yang telah tiada diberi tempat yang baik di sisi Allah

    BalasHapus
  2. Ikut merasakan betapa berat rasanya kehilangan. Salam semangat.

    BalasHapus
  3. Ikut merasa betapa sedihnya kehilangan orang tua, saya sudah 1 th juga kehilangan tapi sampai sekarang belum mampu menatap foto ayah saya kembali. Semangat Bu desi

    BalasHapus
    Balasan
    1. Subhanallah..turut berduka ya bu Ani..insya Allah orangtua kita yang sudah tiada Husnul Khatimah dan mendapat syurganya Allah. Aamiin

      Hapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Senangnya Menulis Pantun

Menulis Buku Nonfiksi. Sulit Ngga Ya?

Melejitkan Prestasi Dengan Menulis