Kiat Mengatasi Rasa Buntu dalam Menulis

 


Judul               : Kiat Mengatasi Rasa Buntu dalam Menulis

Resume Ke      : 7

Gelombang      : 28

Tanggal            : 23 Januari 2023

Tema                : Mengatasi Writer's Block

Narasumber      : Ditta Widya Utami, S.Pd., Gr.

Moderator         : Raliyanti, S.Sos., M.Pd.


"Tak terasa kita sudah memasuki hari ketujuh.  Siapa yang fokus pasti akan lulus.  Di dalam kesulitan itu pasti ada kemudahan. Namun sebaliknya di dalam kemudahan itu justru ada kesulitan.  Kita sendiri yang menciptakan kesulitan demi kesulitan sehingga hidup menjadi terasa sulit.  Siapkan resumenya dengan baik agar kelak bisa menjadi buku yang bermutu. Dari kumpulan tulisan di blog akan menjelma menjadi buku yang enak dibaca.  Omjay berharap banyak peserta yang lulus di gelombang 28 ini karena mereka fokus dan membaca dengan seksama informasi yang ada dalam wa group ini.  ak ada penulis yang malas membaca. Ingatlah selalu mantra ajaib Omjay. Membacalah setiap hari dan buktikan apa yang terjadi.  Banyak membaca akan membuat anda keliling dunia. Banyak ilmu dan pengetahuan anda dapatkan. Banyak pengalaman orang lain bisa anda tiru dan kemudian anda amalkan dalam kehidupan sehari-hari." Opening dari Om Jay ini seolah khusus menasihati diri saya yang sedang kurang bersemangat membuka laptop untuk mengikuti pelatihan yang masih terus berlanjut.  Entah karena sedang lelah atau karena rasa malas yang melanda.  Perkataan Om Jay memecut saya untuk kembali bersemangat.  Baru dua pekan KBMN 28 berjalan..masa iya saya harus berhenti di tengah jalan?  Luruskan niat lagi untuk mendapat banyak ilmu di pelatihan menulis ini.  Berharap apa-apa yang sudah saya tuliskan bisa menjadi manfaat buat diri saya pribadi ataupun orang lain, biidznillah.

Sebenarnya, sekali lancar menulis akan membuat kita ingin menulis lagi.  Berusaha menjaga intensitas menulis setiap harinya.  Mau menulis ini..mau menulis itu.  Saat kesibukan lain datang..kenapa jadi teralihkan ya?  Yang ingin ditulis jadi hilang begitu saja.  Beberapa kali malah bingung mau menulis apa.  Kalau sudah begitu..seakan jadi buntu dan balik lagi ke titik awal merasa tidak memiliki ide apapun.  

Alhamdulillah, Materi malam ini semoga menjadi cara ampuh untuk mengatasi kebuntuan dalam menulis yang saya (dan mungkin teman-teman yang lain juga) alami.  Pertemuan ke-7 dengan tema "Mengatasi Writer's Block" akan disampaikan oleh narasumber kami, Ibu Ditta Widya Utami, S.Pd., Gr.  dan dimoderatori oleh Ibu Raliyanti, S.Sos., M.Pd.

Ibu Raliyanti adalah alumnus Kelas Menulis gelombang 20.  Beliau rutin mengikuti kegiatan, mensupport diri untuk terus menyelesaikan resume dengan on time, saling blog walking, dan akhirnya dinyatakan lulus dan memiliki buku karya sendiri.  Buku pertamanya berjudul "Wujudkan Mimpi Terbitkan Buku" kemudian di tahun berikutnya lahir buku solo yg kedua dengan judul "Guru di Era Digital". Selain itu, ada 17 judul buku antologi yg beliau miliki baik fiksi mau pun nonfiksi.  Masya Allah..keren bu Rali.  Semoga jejaknya bisa kami ikuti.  Aamiin.


Ibu Ditta Widya Utami, S.Pd., Gr. adalah seorang guru berprestasi dan sangat menginspirasi.  Beliau alumnus kelas menulis gelombang ke-7.  Ibu cantik dan smart ini mempunyai hobi membaca dari kecil.  Senang menulis di buku diary,  mengirim tulisan ke mading SMPnya, dan membuat tulisan di diary dalam bahasa Inggris.  Beliau mengisahkan: "Ketika SMA, saya masih tetap menulis diary. Beberapa teman dekat yang membaca diary saya sempat berkomentar bahwa tulisan saya sudah seperti novel.  Namanya anak remaja, banyak emosi yang dituangkan dalam catatan Ditta remaja. Namun belakangan, saya tahu bahwa menulis apa pun yang kita rasakan bisa menjadi self healing yang baik.  Bahkan saat ini, beberapa psikolog ada yang menyarankan kepada para pasiennya untuk menulis sebagai salah satu cara mengatasi depresi dsb.  Rupanya kebiasaan menulis tersebut memberi banyak manfaat. Misalnya ketika kuliah, saya pernah membuat buku Petualangan Kimia bersama rekan saya dan diikutsertakan dalam Lomba Kreativitas Mahasiswa di Jurusan. Alhamdulillah meraih posisi kedua.  Di saat kuliah juga, saya menulis proposal bersama teman-teman dan kami berhasil mendapat dana hibah untuk asosiasi profesi dari Dikti hingga 40 juta. Di tahun 2009-2010 jumlah tersebut tentu sangat besar.  Awal masuk dunia kerja, bisa dibilang saya cukup vakum menulis. Mengajar di boarding school dengan aktivitas yang padat membuat saya mengambil jeda sejenak dalam dunia kepenulisan.  Hingga akhirnya di awal masa pandemi, saya mengikuti kelas menulis bersama PGRI dan masuk di angkatan ke-7.  Saya sangat bersyukur, karena berawal dari arahan untuk membuat resume, saya kemudian kembali aktif menulis di blog. Bahkan berkesempatan menulis bersama Prof. Eko. Alhamdulillah menjadi 1 di antara 9 orang (angkatan pertama tantangan Prof. Eko) yang bukunya terbit di penerbit mayor.  Karena terbiasa menulis juga, alhamdulillah saya bisa menyelesaikan esai di seleksi Calon Pengajar Praktik Pendidikan Guru Penggerak Angkatan 3 dan lulus. Alhamdulillah saat ini sedang bertugas lagi di Angkatan 6.  Masya Allah bu..Luar Biasa..Kerreeen.

Bu Ditta menambahkan: "Ada yang menulis karena hobi, kebutuhan, tuntutan profesi, dan lain sebagainya. Apa pun alasannya, aktivitas menulis memang tak bisa lepas dari kita sebagai makhluk yang berbahasa dan berbudaya.  Nah, lalu apa kaitannya cerita saya dengan writer's block?

Nah..mulai masuk nih ke materi inti..

Bu Ditta menjelaskan..

Pertama, mari kita samakan persepsi bahwa aktivitas menulis itu maknanya luas.  Sebagaimana dalam kisah di awal, ada tulisan pribadi dalam bentuk diary, ada karya tulis ilmiah, ada cerpen, artikel, resume, dsb.  Menulis adalah kata kerja yang hasilnya bisa sangat beragam. Oleh karena itu tak hanya novelis, cerpenis, jurnalis atau blogger, namun ada juga copywriter yg tulisannya mengajak orang untuk membeli produk, ada content writer yang bertugas membuat tulisan profesional di website, ada script writer penulis naskah film/sinetron, ada ghost writer, techincal writer, hingga UX writer, dll.  Faktanya, penulis-penulis tersebut masih bisa terserang virus WB alias Writer's Block.  Tak peduli tua atau muda, profesional atau belum, WB bisa menyerang siapa pun yang masuk dalam dunia kepenulisan.  Oleh karena itu, penting bagi seorang penulis untuk mengenali WB dan cara mengatasinya.  



Sederhananya, WB adalah kondisi dimana kita mengalami kebuntuan menulis. Tak lagi produktif atau berkurang kemampuan menulisnya.
Hal ini bisa terjadi dengan disadari atau pun tidak.  Istilah writer's block sebenarnya sudah ada sejak tahun 1940an. Diperkenalkan pertama kali oleh Edmund Bergler, seorang psikoanalis di Amerika.  Berkaca dari pengalaman, WB ini bisa terjadi berulang. Me-reinfeksi kita sebagai penulis. Itulah mengapa saya katakan WB ini sebagai "virus" yang sesekali bisa aktif bila kondisinya memungkinkan.  Ibarat penyakit, tentu akan lebih mudah disembuhkan bila kita mengetahui faktor penyebabnya, bukan?
Begitu pula dengan WB. Agar bisa terhindar atau segera terlepas dari WB, maka kita perlu mengenali penyebabnya.  Berikut adalah beberapa hal yang dapat mengakibatkan WB:



Mencoba metode/topik baru dalam menulis sebenarnya bisa menjadi penyebab sekaligus obat untuk WB.
Misal ketika jadi penyebab:
Ada orang yang senang menulis cerpen atau puisi. Kemudian tiba-tiba harus menulis KTI yang tentu saja memiliki struktur dan metode penulisan yang berbeda. Bila tak lekas beradaptasi, bisa jadi kita malah terserang WB.

Lalu bagaimana ini bisa menjadi salah satu obat WB? Jawabannya akan berkaitan dengan faktor penyebab WB yang kedua dan ketiga.
Dalam Kamus Psikologi, stres diartikan sebagai ketegangan, tekanan, tekanan batin, tegangan dan konflik.
Lelah fisik/mental akibat aktivitas harian yang padat juga dapat memicu stress.
Pada akhirnya, jangankan menulis, kita bisa merasa jenuh dan suntuk. Terserang WB deh.

Maka, mencoba hal baru dalam menulis bisa jadi alternatif solusi.
Mempelajari hal-hal baru yang berbeda dg sebelumnya pasti menyenangkan.
Beberapa teman dan saya sendiri terkadang memilih untuk sejenak rehat dan melakukan hal yang disukai untuk refreshing.

Membaca buku-buku ringan untuk cemilan otak juga bisa jadi solusi mengatasi WB. Biar bagaimanapun, WB bisa terjadi karena kita belum bisa mengekspresikan ide dalam bentuk kata.
Dengan membaca, kita bisa menambah kosa kata. Pada akhirnya, jika diteruskan insya Allah bisa sekaligus mengatasi WB.

Terakhir yang bisa menyebabkan WB adalah terlalu perfeksionis.

Bu Ditta melanjutkan: "Ibu Bapak hebat, masih ingat kisah saya menulis diary berbahasa Inggris yang saya ceritakan di awal? 😊
Jika saya membuka kembali diary berbahasa Inggris yang saya tulis saat duduk di kelas 2 SMP, saya akan tersenyum bahkan tertawa sendiri.
Bagaimana tidak?
Grammar nya saja banyak yang tidak sesuai, tapi saya tetap PD menulis 😄 tak hanya satu, ada dua atau tiga diary.  Tapi, justru itulah salah satu kunci menghadapi WB.
Bila saat itu saya terlalu perfeksionis, terlalu memikirkan apakah tulisan saya sudah sesuai kaidah atau belum, niscaya diary berbahasa Inggris itu tidak akan pernah rampung.  Kondisi menulis dimana kita tidak memikirkan salah eja, salah ketik, koherensi dsb ternyata dalam dunia psikologi dikenal dengan istilah free writing atau menulis bebas.  
Nah, jadi siapa di sini yang masih khawatir tulisannya tidak dibaca? Khawatir dinyinyir orang? Khawatir dikritik ahli? Khawatir tulisannya nggak bagus? Dan masiiih banyak kekhawatiran lainnya.  

Yuk, dicoba menulis bebas untuk mengatasi salah satu penyebab WB-nya.

Bukankah tulisan yang buruk jauh lebih baik daripada tulisan yang tidak selesai?

So, ayooo semangattt menulisss ... ✍🏻✍🏻✍🏻

Ya Allah..bu Dittaaa..Terima kasih ya sudah menyemangati kami..(sambil peluk online ah. heheee).

Terima kasih Om Jay, Bu Rali, dan Bu Ditta untuk support dan ilmunya.

 

Komentar

  1. Masya Allah sangat infiratif lengkap sekali mantap

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Senangnya Menulis Pantun

Menulis Buku Nonfiksi. Sulit Ngga Ya?

Melejitkan Prestasi Dengan Menulis